Sekilas tentang pantai pangandaran
Pantai Indah Pangandaran adalah sebuah pantai yang terletak di pantai selatan serta menurut AsiaRooms merupakan pantai terbaik di Pulau Jawa merupakan objek wisata pantai di Jawa Barat. Pantai ini terletak di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran dengan jarak ± 92 km arah selatan kota Ciamis. Beberapa keistimewaan dari Pantai ini diantaranya:
Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama
Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman
Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih
Tersedia tim penyelamat wisata pantai
Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai
Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona.
Tempat pendaratan tentara Jepang semasa perang dunia II oleh karenanya di sana masih terdapat beberapa gua pertahanan bala tentara Jepang yang dulu dijadikan tempat-tempat persembunyian tentara Jepang yang berniat menyerang tentara Belanda. (wikipediaG:khusus blogPantai_Pangandaran.htm)
Pantai Pangandaran sangat istimewa karena berbentuk semenanjung atau lebih sederhananya adalah sebuah daratan yang menjorok ke lautan, sehingga sewaktu pagi dari sisi sebelah timur dapat melihat terbitnya matahari (sunrise) dan sore harinya dari sisi sebelah barat dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh dapat melihat terbenamnya matahari (sunset). Disamping itu, pantainya yang landai dengan airnya yang jernih serta pasang-surut air lautnya yang relatif lama, memungkinkan para pengunjung untuk berenang, meskipun sebenarnya ada larangan untuk berenang karena Pangandaran merupakan bagian dari pantai selatan Pulau Jawa yang terkenal mempunyai ombak besar dan sering memakan korban.
Daya tarik lainnya yang cukup menjanjikan sebagai kawasan tujuan wisata adalah adanya kegiatan-kegiatan, seperti: upacara hajat laut setiap bulan Muharam dengan melarung berbagai macam sesajen di Pantai Timur Pangandaran yang dilakukan oleh nelayan setempat sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan festival layang-layang internasional (Pangandaran International Kite Festival) pada bulan Juni atau Juli.
Sebagai catatan, bagi wisatawan yang ingin mengunjungi tempat wisata lain, tidak jauh dari Pantai Pangandaran masih ada beberapa obyek wisata lain yang cukup menarik, diantaranya adalah: Pantai Batukaras, Pantai Batu Hiu, Pantai Karang Nini, Pantai Lembah Putri, Pantai Keusik Luhur, Pantai Karang Tirta, Goa Donan, Pemandian Alam Citumang, Cukang Taneuh, dan Cagar Alam Pananjung.
Pengunjung juga dapat menikmati aneka masakan laut di restoran-restoran atau rumah makan yang ada di tempat wisata ini. Menu santapan pun dapat dipesan sesuai selera. Mulai dari ikan bakar, kepiting rebus, hingga udang tepung. Ikan-ikan laut tersebut langsung berasal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terletak di Pantai Timur Pangandaran. Sebagai catatan, selain dijual ke restoran-restoran, sebagian ikan-ikan yang didapat oleh para nelayan Pangandaran itu juga diolah untuk dijadikan makanan khas pangandaran, yaitu Jambal Roti (ikan yang diawetkan dengan cara diasinkan).
Sejarah Pangandaran

Pada awalnya Desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan dari suku sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata pangan dan daran . yang artinya pangan adalah makanan dan daran adalah pendatang. Jadi Pangandaran artinya sumber makanan para pendatang.
Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama Desa Pananjung, karena menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah inipun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda Pangnanjung-nanjungna ( paling subur atau paling makmur)
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hail bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.
Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104?KPTS-II?1993 pengusahaan wisata TWA Pananjung Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.
(http://www.mypangandaran.com/profil/detail/1/sejarah-pangandaran.html )

Kontroversi hajat laut
Masyarakat Pangandaran berpendapat bahwa hajat laut sama sekali bukanlah hal yang bid’ah karena menurut mereka sepantasnya kita menjaga, dan menghormati serta memelihara warisan nenek moyang yang sudah menjadi satu kewajiban bagi kita semua untuk melaksanakannya. Lalu hubungan dengan sesaji pun itu tujuannya bukan dipersembahkan untuk Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul itu sekedar simbol saja.
Memang hal seperti ini bukan yang pertama kalinya dipertanyakan, tentang ritual hajat laut ada yang berpendapat musrik ada yang berpendapat tidak. Tapi menurut pandangan masyarakat Pangandaran perbedaan itu wajar saja yang terpenting bagi masyarakat Pangandaran jangan sampai terpecah belah karena perbedaan pendapat. Buktinya masyarakat Pangandaran di sini masih bisa bersama, aman dan tentram, sikap ramah tamah dan gotong royong pun terlihat jelas antar satu individu dengan individu lain.
Melaksanakan ritual yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi atau suatu praktek yang tidak pernah terdapat dalam ajaran islam adalah bid’ah. Tetapi perlu kita kaji kembali apakah melaksanakan ritual hajat laut itu lebih banyak membawa kebaikan atau keburukan? Jika melaksanakan ritual hajat laut lebih banyak membawa kebaikan maka bid’ah itu dibolehkan oleh Allah atau menjadi bid’ah Hasanah atau bid’ah yang membawa kebajikan.
Pada dasarnya ritual hajat laut merupakan suatu ibadah, namun dalam kenyataannya masyarakat Pangandaran mengatakan hal tersebut adalah praktek yang bukan bid’ah, jika dilihat dari tata cara mereka melakukan persembahan seperti sesaji di sini terlihat bid’ah, tapi ketahui dulu makna kami menganggap sesaji itu hanyalah sebuah simbol, tidak lebih.
Tujuan hajat laut
Para tokoh agama di Pangandaran menganggap hajat laut itu hanya sekedar syukuran saja, jadi dalam melaksanakannya hajat laut tidak ada unsur kemusrikan. Karena tujuan dilaksanakannya hajat laut adalah sebagai rasa syukur atas karunia nikmat yang diberikan oleh Allah. Karena dengan tradisi dan budaya inilah masyarakat Pangandaran mempunyai tujuan untuk mempererat tali persaudaraan antara satu individu dengan individu yang lain (G:khusus blogMakna Tradisi Ritual Hajat Laut bagi Masyarakat Pangandaran _ PangandaranInfo-Media Informasi dan Promosi.htm).
Alasan diadakannya hajat laut
Segala sesuatu yang telah kita raih, wajib untuk kita berucap syukur kepada sang pemberi. Hal inilah yang dilakukan oleh para nelayan di kawasan Pantai Pangandaran. Sebagai ucapan terima kasih, mereka (nelayan) menggelar acara Sukuran Nelayan, yang oleh masyarakat setempat lebih populer dengan istilah ”Hajat Laut”. Pantai Pangandaran adalah salah satu obyek wisata yang cukup populer di masyarakat Indonesia maupun manca negara. Lokasinya di bagian selatan Jawa, masuk dalam wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat ini, hanya diperlukan waktu tidak lebih dari 2 jam dari Kota Ciamis, atau sekitar 5 jam dari Bandung.
Alasan diadakannya acara Syukuran Nelayan tersebut amat sederhana, yakni untuk memberikan persembahan berupa sesajian kepada penguasa Pantai Selatan yang telah memberikan kemakmuran kepada para nelayan selama ini. Mereka bersyukur dan berterima kasih atas semua kekayaan yang dilimpahkan di perairan laut di selatan pulau Jawa itu. Secara umum, acara yang diadakan pada setiap bulan Suro (penanggalan Jawa) itu amat meriah, dihadiri oleh puluhan bahkan ratusan ribu orang.
Prosesi hajat laut
Sebelum para nelayan membawa sesaji ke tengah laut, diadakan doa terlebih dahulu seperti pembacaan Ayat Suci Al Qur’an dan pembacaan Yasin. Karena hanya kepada-Nyalah kita berserah atas semua yang telah diberikan. Acara yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya ini juga mempunyai makna agar semua penduduk pantai mendapat keselamatan bilamana mereka mengambil sumber daya alam yang ada dipantai selatan tanpa harus merusaknya.
Setelah seluruh rangkaian acara doa selesai, saat yang ditunggu-tunggu oleh para nelayan inipun tiba. Sekitar 12 Jempana (sesaji) mulai diturunkan ke pinggir laut. Beberapa sesaji yang berisikan kepala kerbau dan kambing untuk dihanyutkan ke tengah laut. Satu persatu jempana mulai dinaikan ke atas perahu besar (bermotor) dan selanjutnya dibawa ketengah laut. Secara serentak para nelayan mulai mengikuti perahu besar yang berisi sesaji tersebut. Layaknya seperti di lintasan balap, para perahu nelayan mencoba untuk melaju cepat, merapat ketat ke perahu besar, mengawal jempana utama hingga ke lokasi yang sudah ditentukan di kejauhan laut.
Sesampainya di lokasi tujuan di tengah laut, jempana tersebut satu persatu mulai diturunkan dari perahu untuk kemudian ditenggelamkan. Keriangan para nelayan terlihat, terpancar dari mimik syukur, mata yang berbinar, dan suara riuh di antara mereka. Seketika, mereka dengan membawa sebuah ember berloncatan ke tengah laut untuk lebih mendekat dengan jempana utama. Setelah jempana dilepas dan perlahan tenggelam, para nelayan berebut air laut di sekitar jempana itu tenggelam untuk seterusnya diguyurkan ke perahu mereka masing-masing. Konon, dengan cara seperti ini diharapkan selama satu tahun ke depan para nelayan bisa mendapat keberkahan dengan hasil tangkapan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Setelah semua proses selesai, merekapun kembali pulang dan berharap apa yang telah mereka lakukan hari ini bisa menjadi pertanda syukur mereka kepada pencipta dan pemberi berkah.
Serangkaian dengan acara utama menghayutkan sesaji di lautan, kegiatan Syukuran Nelayan ini juga dimeriahkan dengan perlombaan serta acara budaya lainnya. Ada acara panjat pinang dan tangkap bebek di laut. Selain itu, ditampilkan berbagai kesenian tradisional, seperti tari-tarian, musik tradisional, dan marching band. Ada acara dangdutannya juga loohh… Para nelayan berharap acara ini bisa terus berlangsung hingga anak-cucu mereka nanti. Oleh karena itu, diharapkan khususnya Pemda setempat untuk terus mendukung pelaksanaan acara tahunan ini. Event ini merupakan sebagai tujuan wisata budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi, baik bagi para wisatawan lokal maupun asing. (Yosef Ferdyana & Naswardi) (G:khusus blog261-hajat-laut-di-pangandaran-balas-budi-atas-karunia-alam-ala-nelayan.html)